oleh ADELIA MONICA
“Tangis dan derai mata tak bisa kutahan lagi karena aku adalah seorang manusia yang rapuh dan memiliki hati yang terluka dan pedih. Aku tak bisa merubahnya. Tak seorang pun mengingikan diriku ini”.
Masalah adalah sesuatu yang membuat seseorang dapat berubah, baik perubahan positif maupun perubahan negative. Kebanyakan orang dapat mengubah masalah – masalah menjadi perubahan yang positif dan juga beberapa orang dapat mengubah masalah – masalah menjadi perubahan negative. Tapi mereka dapat mengubah perubahan negative itu menjadi perubahan positif karena mereka sadar bahwa perubahan negative tersebut dapat merugikan diri mereka sendiri juga orang lain dan mereka berusaha untuk keluar dari perubahan negative itu. Tapi… semua orang tersebut berbeda dengan diriku. Aku hanya orang yang tidak bisa berfikir sama seperti pemikiran mereka. Pemikiran mereka dengan diriku sangatlah berbeda sekali. Aku hanyalah anak kecil yang masih berumur 12 tahun yang mau menginjak usia remaja. Bukan hanya umurku yang masih kelihatan anak-anak tapi juga tubuhku yang kurus kering dan lemah tanpa tenaga juga otakku yang belum sekali pun terisi oleh pengetahuan dunia ini. Hal ini juga membuat aku tidak bisa memikirkan sebuah perubahan, menurutku masalah ini bagaikan peribahasa “nasi yang telah berubah menjadi bubur” tidak bisa berubah walaupun telah berusaha sekuat tenaga. Walaupun aku meminta bantuan orang lain untuk membantu masalahku, tapi mereka tidak bisa membantuku. Mereka selalu bilang kepada diriku “maaf ya” “sorry” “gomen” dengan arti yang sama, tapi mereka menyimpan sesuatu rahasia dan rasa segan sehingga mereka tidak membantuku. Aku berfikir mereka semua benci kepada diriku kerena setiap aku menatap mereka dengan tatapan yang ramah, mereka selalu membalas tatapan diriku dengan sinis dan jijik seperti melihat monster yang seram dan menakutkan dan setelah itu mereka pergi mengingalakan diriku tanpa berkata-kata. Aku yang masih berdiri seperti batu hanya bisa menahan air mataku yang akan jatuh dari mataku kerena aku berfikir, menangis didepan orang-orang hanyalah mempermalukan diri sendiri dan jika air mata itu keluar, maka orang-orang disekitarku akan melihatku dan tertawa lebar melihat tangisanku mengucur deras seperti air terjun jernih karena mereka pikir itu adalah tangisan yang langka di dunia. Menangis didepan mereka sama aja dengan mereka melihat aktrasi topeng monyet. Sebelum hal tersebut terjadi aku berlari kecil menuju rumahku dan membuka pintu. Aku tidak mau diriku menderita mendengar gelak tawa mereka.
Di pagi ini, aku hanya duduk-duduk didekat jendela rumahku. Aku ingin bisa melihat dunia yang indah ini di pagi hari yang dingin. Walaupun aku bisa keluar rumah dan bermain dengan teman sebayaku, tapi aku takut dengan orang-orang itu yang menjelek-jelekan diriku yang rapuh ini. Aku takut sekali, kalau aku ditendang, dilempar batu, bahkan dibuat menderita oleh anak-anak itu. Cukup hanya melihat dunia ini dari jendela sudah membuat aku sedikit bahagia. Di jendela itu aku juga bisa berteman dan bercerita dengan matahari yang tidak membeda-bedakan orang dan tidak pernah mengejek aku sekali pun. Aku bercerita tentang masalah-masalah yang ku hadapi. “Matahari…matahari... aku mau cerita, kemarin aku menangis lagi, aku sedih banget. Setiap hari aku selalu menangis sampai-sampai mataku bengkak” “Matahari…matahari… Kenapa aku harus menangis terus? Bagaimana supaya aku bisa bahagia? Matahari jawab, gimana caranya? Hu…hu… gimana? Gimana?” “Kenapa dunia ini seolah menolakku?” “Matahari…matahari… jawab…kenapa? kamu benci sama aku, kalau kamu benci sama aku, aku harus cerita sama siapa lagi? Hu..hu..” Aku menangis apa adanya, aku bertanya kepada matahari, tapi dia tidak juga menjawabnya. Aku sangat terluka, bukan hanya orang-orang tapi juga matahari juga membenciku. Hari semakin siang, matahari menyengat sangat panas daripada tadi pagi, aku berfikir ternyata matahari marah kepada diriku.
Aku duduk di lantai kamarku yang dingin sekali. Mataku sangat sendu karena aku seharian menangis sepuasnya. Semua orang membenciku bahkan mungkin matahari juga. Aku befikir “kenapa aku dibenci?”. Aku pun tidak bisa menyelesaikan masalahku sendiri. Lantai pun semakin dingin, suasana di kamarku juga sepi, tidak ada suara teriak bahkan orang berbicara. Sebenarnya dulu ada suara, tapi sekarang menghilang entah kemana. Aku merendung masa laluku. Sejak aku lahir ke dunia sampai sekarang aku selalu membuahkan masalah yang tidak dapat di selesaikan dan seiring waktu berjalan selama aku hidup hari ini. Masalah semakin bertambah bertambah dan bertambah tanpa adanya penyelasaian dariku itu sama halnya dengan kanker yang lama-lama sel-selnya berkembang dan membesar seperti bengkak merah hitam yang mengganggu dan lama kelamaan menimbulkan kematian yang tidak terduga. Tanpa adanya penyelesaian masalah-masalah mungkin aku akan mati sama halnya dengan kanker. Hari ini aku hanya diam termenung di kamar yang dingin. Hal ini membuat aku stress dan pusing dari waktu ke waktu dan waktu aku sadar bahwa aku tidak bisa menyelesaikan masalah-masalahku yang segudang bahkan segunung pada hari ini dan bahkan esoknya harinya yang belum tentu aku masih hidup, membuat aku menyesal “mengapa aku tidak menyelesaikan masalahku dari hari yang lalu bahkan sejak awal” “aku sungguh menyesal” dalam pikiranku aku ingin sekali menangis darah, agar Tuhan mau mendengar penyesalanku yang paling dalam dan bisa membalikan waktu ketika masalah itu timbul pertama kali. Aku tahu bahwa orang akan berfikir aku itu manja dan berlebihan karena pola pikirku yang tidak logis sekali, tapi mereka patutnya menyesal berpikir hal seperti itu karena mereka tidak merasakan apa yang aku rasakan sekarang. Penyesalan aku dan orang-orang itu kepada Tuhan sangat berbeda denganku. Penyesalan manusia tergantung seberapa menderitanya orang yang mendapatkan masalah, seberapa banyak masalah yang orang itu terima, dan penyelesaian dari masalah itu. Aku sangat menderita karena hidup di kolam permasalahan dan masalahku yang sungguh banyak sekali tanpa adanya setitik penyelesaian. Menangislah diriku ini.
Masalah-masalah yang tidak terduga yang berawal dari diriku sendiri berakibat kepada orang-orang yang aku sangat sayangi. Selain menyesal kepada diriku sendiri aku juga menyesal dengan kepada orang-orang yang kusayangi yang harus menerima dengan ikhlas setiap masalah-masalahku tapi harus mengalami penderitaan yang belum aku alami bahkan lebih buruk.Air mata dari lubuk hatiku pun keluar dari mataku dan membasahi pipiku. Rasa tidak enak dan permintaan maaf paling dalam kepada orang yang kusayangi terucap “maafkan aku ____ !!” “aku sangat sayang ____ !!” Aku berteriak sekuatnya agar orang yang kusayang itu mendengarnya dari jauh. Para tetangga mendengar teriakan aku, sebagain dari mereka merasa iba dan yang lain berteriak “GILA !! GILA !!”. Aku tidak menghiraukan orang-orang itu dan aku terus berteriak sampai suaraku habis, agar orang yang aku sayangi itu membalas teriakan aku. Aku berteriak-teriak sambil mengeluarkan air mata yang berasal dari hatiku yang artinya aku sangat ingin meminta maaf yang paling dalam agar orang yang kusayangi mau menerima maafku dengan senang hati dan tersenyum lembut kepadaku.
Hari mulai berganti malam, jalan-jalan mulai gelap dan lampu-lampu jalan pun mulai menyinari jalan yang gelap itu. Setelah suara aku habis, aku merasa sangat lelah dan capek. Aku pun berbaring dilantai sambil memejamkan mataku lalu tertidur dengan lelap dan nyenyak walaupun lantai ini sangat dingin sampai dinginnya menusuk seluruh badanku. Aku pun menutup mataku dan tidak lama aku pun tertidur, semuanya sunyi dan kemudian aku bagai malayang diantara bunga-bunga mimpi yang lembut dan indah, melayang dengan lembutnya. Kanyamanan ini serasa aku tidur di tempat tidur yang empuk walau aku hanya tidur di lantai beku ini. Tiba-tiba aku melihat terowongan gelap yang mencurigakan diantara bunga-bunga tidur yang indah ini. Aku melayang menuju mulut terowongan itu. Rasa keingintahuanku sangatlah kuat sehingga aku ingin mengetahui apa yang ada di dalamnya dan aku berharap bertemu seseorang yang mau berbicara denganku. Aku pun sampai dimulut terowongan itu, tapi aku tidak melihat apa-apa karena terowongan itu begitu gelap gulita. Tiba-tiba aku melihat kupu-kupu yang sangat aneh, kupu-kupu itu bercahaya terang seperti lampu. Cahanya membuat mataku silau. Pupil mataku segera mengecil dan aku berusaha untuk melihat kupu-kupu itu. Ternyata kupu-kupu itu adalah kupu-kupu biasa, cahaya itu keluar dari hatinya yang suci. Aku tidak percaya, sebuah hati yang suci bisa menyinari semuanya. Aku ingin memiliki hati suci tersebut agar orang mau tersenyum dan kagum melihat diriku.
Kupu-kupu itu pun terbang mesuk ke dalam mulut terowongan itu. Terowong yang gelap itu tersinari oleh kupu-kupu yang bercahaya itu. Aku pun mengikuti kupu-kupu itu dan menuju ujung dari terowongan itu. Terus aku berusaha untuk menggapai ujung terowongan tersebut, tapi entah mengapa aku tidak juga sampai dengan ujung terowongan tersebut. Apakah artinya perjalanan aku masih panjang sama halnya terowongan yang tidak berujung ini. Apa akau bisa melanjutkan hidupku yang telah dilalui oleh takdir yang penuh derita. Apa masih ada kesempatan untuk diriku ini. Kalau memang masih ada kesempatan aku akan memilih untuk melanjukan hidupku. Tiba – tiba kupu – kupu itu semakin terang dan menyilaukan mata dan semua berubah menjadi putih. Aku pun mulai tersadar dari tidurku dan aku melihat cahaya terang menyinari wajahku. Aku berada dimana? Kenapa tempat ini begitu asing?. “Hei,dia sadar” terdengar samar – samar suara seseorang. Aku berontak tak karuan dan berteriak sekuat – kuatnya. Kepalaku berputar dan mataku samar – samar karena merasakan keramaian orang-orang. Mereka berusaha menenangkan diriku yang mengamuk tak karuan dan aku berusaha untuk kabur dari kerumunan. Seluruh badanku dicengkram kuat oleh mereka. Aku tidak kuat lagi dengan cengkaraman tangan mereka. “Lepaskan aku, jangan ganggu aku” aku berteriak sekencang – kencangnya tapi cengkaraman mereka makin kuat sehingga menekan diriku yang mulai lemah. Tiba – tiba sebuah jarum menancap di tanganku dan sekejap semuanya menjadi putih lalu cengkaraman tangan mereka telah perlahan lepas. Tubuhku lemas dan dengan tenang aku tertidur di tempat yang sangat empuk bagai kapas.
“Pok ame ame belalang kupu – kupu, siang makan nasi kalau malam minum susu” terdengar suara nyanyian seorang wanita. Aku tersadar dari tidurku dan aku duduk dibangku di sebuah taman. Aku melihat taman bunga yang mekar berwarna – warni. Sangat indah dan bersinar. Disebelahku ada seorang wanita tua yang sedang mengendong boneka. Wanita itu sangat menyayangi bonekanya seperti anaknya. Lalu wanita itu duduk dan melamun sejenak. Aku terus memperhatikan wanita itu. Tiba - tiba wanita itu menangis memanggil nama anaknya. Dia terus berkata “Jangan mati anakku”. Mendengar derih tangis tersebut membuat hatiku yang terdalam tidak bisa menahan tangis yang luar biasa. Apa ibu seperti ini, selalu memikirkan anaknya walaupun telah tiada. Apakah ibuku yang telah disurga juga memikirkan aku. Apakah ibu akan memikirkan aku padahal aku telah merugikannya. Sebutir air mata mengalir di pipiku. Aku menangis terharu dan berpikir bahwa aku telah hidup didunia ini karena ibu sangat lah mencintaiku. Perlahan – lahan penyesalanku mulai memudar. Aku sadar didunia ini pasti selalu ada masalah dan kita diuji untuk menunjukan kesabaran kita. Tangan aku bergerak dan berusaha menenangkan wanita tersebut. Wanita tersebut menoleh ke diriku dan tersenyum dan dia berkata “Makasih anakku”. Aku terkejut dan berpikir bahwa ucapan dari wanita tersebut adalah ucapan dari ibuku. Padahal aku bersaha untuk menenangkan wanita tersebut, jadinya aku malah menangis. Aku tahu selama ini aku hanya berpikir negative terhadap diriku ini. Maafkan diriku ini.
Sekian lama aku tinggal di RSJ ini, aku mendapatkan banyak pelajaran yang luar biasa tentang hidup ini. Sekarang aku sudah siap mental untuk menghadapi dunia dan berusaha untuk berubah menjadi orang yang positif. Aku tidak akan takut dengan jalan apa yang akan aku hadapi karena ibu menemaniku dalam perjalanan hidupku. Dokter Rizia menemuiku dan berkata “Kalau kamu ada masalah yang sulit diselesaikan datanglah kesini dan berceritalah permasalahan yang kamu hadapi kerena tidak semua masalah hanya diri sendiri yang dapat menyelesaikan tapi kita dapat berbagi masalah dengan orang lain”. Aku tersenyum dan memeluk dokter Rizia dan berkata “Terima kasih”. Lalu aku berpamitan dengan penghuni RSJ dan berharap dapat bertemu mereka lagi. Aku berdoa semoga mereka diberikan kesempatan untuk hidup dengan normal bersama orang –orang. Rasa tangis tak tertahan mengalir ketika aku meninggalkan RSJ. Aku bersyukur diberi kesempatan untuk menjalani hari dan aku akan berusaha menyelesaikan permasalahan yang ada. Aku berharap orang akan menerima aku apa adanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, Silahkan tulis email anda maka saya dapat membalas komentar dari anda. Apabila ada pertanyaan, kritik, dan saran silahakan komentar di blog atau kirim email ke rumahmonicapuchiko@gmail.com. Terima Kasih